22 Mei 2024

BUDAYA POSITIF (Restitusi - Segitiga Restitusi)

 

Setelah mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin mengetahui bagaimana cara melakukannya.  Diane Gossen dalam  bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. Sebelumnya marilah kita tonton dahulu video sebuah penanganan kasus yang dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan Segitiga Restitusi.


Setelah melihat video tersebut silakan Anda melihat bagan berikut tentang 3 sisi dari Segitiga Restitusi. Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu: 

Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah-langkah tersebut tidak harus dilakukan satu persatu secara kaku. Banyak guru yang sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.

Segitiga Restitusi

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

  • Berbuat salah itu tidak apa-apa.
  • Tidak ada manusia yang sempurna
  • Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
  • Kita bisa menyelesaikan ini.
  • Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
  • Kamu berhak merasa begitu.
  • Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi kooperatif.

Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari di modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.

Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah.  Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang.

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk,  pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

  • “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
  • “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
  • “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
  • “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid.

Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah,  namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.

Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang tadinya tidak terjangkau,  menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

  • Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
  • Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
  • Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
  • Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?

Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?

Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.


Demikianlah penjelasan mengenai restitusi - segitiga restitusi sebagai upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah. Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah.

Sumber: LMS Guru Penggerak

21 Mei 2024

Restitusi - Lima Posisi Kontrol

 


Perhatikan kasus-kasus di bawah ini: 

  • Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur. Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media. 
  • Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman-temannya. Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak jauh.

 Bila Anda adalah seorang kepala sekolah, penerapan disiplin apakah yang akan Anda lakukan untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa?

5 Posisi Kontrol

Berikut ini akan disampaikan suatu program disiplin positif yang berpusat pada murid, yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan 5 Posisi Kontrol.

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. 

Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini. Dibagian bawahnya adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: Adi yang terlambat hadir di sekolah.

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):

“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?”

Tanyakan kepada diri Anda:

Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? 

Hasil:

Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

 2. Pembuat Merasa Bersalah

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu):

“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.”

Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?

Hasil:

Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

5 Posisi Kontrol Restitusi

PANDUAN PELAKSANAAN POTRET CERITA KURIKULUM MERDEKA 2024 (FESTIVAL KURIKULUM MERDEKA)

Festival Kurikulum Merdeka diselenggarakan untuk meningkatkan gaung kebermanfaatan Kurikulum Merdeka yang dilaksanakan dengan menampilkan praktik-praktik baik Implementasi Kurikulum Merdeka melalui beberapa rangkaian aktivitas, salah satunya Potret Cerita Kurikulum Merdeka.

Secara garis besar Festival Kurikulum Merdeka bertujuan untuk memberikan ruang ekspresi dan apresiasi kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik yang telah mengimplementasikan dan mendukung Kurikulum Merdeka sehingga tercipta pembelajaran berkualitas. Festival Kurikulum Merdeka merupakan salah satu upaya bersama untuk mendorong keberlanjutan Kurikulum Merdeka dan mendorong amplifikasi praktik baik Kurikulum Merdeka melalui cerita capaian dan dampak Kurikulum Merdeka bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik khususnya pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi mereka.

Melalui Festival Kurikulum Merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ingin menunjukkan potret gempita semangat warga pendidikan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka serta suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, sehingga dapat menjadi pemantik semangat bagi satuan pendidikan lainnya.

Pelaksanaan Festival Kurikulum Merdeka melalui Potret Cerita Kurikulum Merdeka selaras dengan spirit semboyan dari Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan, yaitu:

“Ing ngarsa sung tuladha.  Ing madya mangun karsa.  Tut wuri handayani.”

Potret Cerita Kurikulum Merdeka merupakan upaya Kemendikbudristek untuk menguatkan semangat peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik dalam menyambut pembelajaran tahun ajaran baru tahun 2024/2025. Potret Cerita Kurikulum Merdeka juga ditujukan bagi satuan pendidikan yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka melalui cerita praktik pembelajaran yang gembira dan bermakna di media sosial berupa karya foto dan video.

Melalui foto dan video yang dibuat oleh peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik dari berbagai daerah di Indonesia, kita akan dapat melihat begitu banyak cara atau metode yang sudah dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran Kurikulum Merdeka dan dapat menjadi refleksi dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka di tahun selanjutnya.

Tahap pendaftaran pada rentang waktu
22 April s.d. 2 Juni 2024

 

Selengkapnya Unduh Panduan Pelaksanaan Potret Cerita Kurikulum Merdeka 2024 di bawah ini:

atau melalui link: kurikulum.kemdikbud.go.id/festivalkurikulummerdeka 

15 Mei 2024

Perubahan Petunjuk Teknis Pengelolaan Blangko Ijazah Tahun Peljaran 2023/2024

 


Perubahan Petunjuk Teknis Pengelolaan Blangko Ijazah Tahun Ajaran 2023/2024

Petunjuk teknis penulisan ijazah tahun ajaran 2023/2024 telah di keluarkan yakni mengacu pada Surat keputusan Kepala BSKAP Kemendikbudristek  Nomor 010 Tahun 2024  Tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun ajaran 2023/2024. Namun petunjuk teknis tersebut mengalami perubahan dan pembaruan melalui surat Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi  Nomor 012.A Tahun 2024  Tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan , Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 010 Tahun 2024 Tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun ajaran 2023/2024.

Berikut ini  isi dari perubahan  Juknis Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024 berdasarkan surat Nomor 012.A Tahun 2024.

Pertama:

Mengubah Lampiran I Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 010 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.

Kedua:

Mengubah Lampiran II Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 010 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024, sehingga sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.

Ketiga:

Mengubah Lampiran IV Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 010 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024, sehingga sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.

Kesimpulannya bahwa yang mengalami perubahan pada Surat keputusan Kepala BSKAP Kemendikbudristek Nomor 010 Tahun 2024 Tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024 yaitu hanya pada  Lampiran l, II dan Lampiran IV.  Jadi khusus untuk  Lampiran III tidak mengalami perubahan .

Bagi satuan pendidikan yang akan melakukan pengisian blanko ijazah maka hendaknya mengacu pada :

  1. Pada lampiran III acuannya adalah BSKAP Nomor 010 Tahun 2024
  2. Pada Lampiran l, II dan IV acuannya adalah BSKAP Nomor 012.A Tahun 2024
  3. Penilaian mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Standar Penilaian Pendidikan Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan Menengah

Bagi yang membutuhkan file ketiga tersebut silakan unduh :

  1. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 012.A Tahun 2024 Tentang Perubahan Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024 dapat diunduh  dibawah ini:

Keputusan Kepala BSKAP Nomor 010 Tahun 2024 Tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024 dapat diunduh dibawah ini: 

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Standar Penilaian Pendidikan Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan Menengah dapat diunduh dibawah ini: 

Prinsip Coaching

  Prinsip Coaching Definisi  coaching  menurut ICF ( International Coaching Federation ) adalah “Hubungan kemitraan dengan klien, dalam su...