Tampilkan postingan dengan label MAKALAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH. Tampilkan semua postingan

28 Agustus 2014

KOMPETENSI APAKAH YANG DIBANGUN DALAM PENDIDIKAN?

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Kompetensi, sebuah istilah yang selama ini menjadi bahan rujukan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. "Benang kusut" pendidikan di negara kita tidak lepas karena kurangnya kompetensi yang dimiliki, baik oleh pihak pendidik (guru/tutor) dan juga peserta didik.
Fenomena polemik penting tidak pentingnya Ujian Nasional juga tidak lepas dari indikator kompetensi yang dihasilkan di Indonesia. Maka, demi meningkatkan kompetensi, sasaran sertifikasi pun diarahkan bagi para pendidik. Adapun untuk peserta didik, sekarang mulai mengarah pada kemampuannya dalam mengembangkan potensi diri. Hal ini termaktub dalam ragam kurikulum yang sudah dan yang akan segera dijalankan. Lantas arah pendidikan pun diharapkan supaya lebih membumi. Patokan nilai berbentuk angka mulai dipertanyakan. Nilai yang baik sebetulnya adalah melingkupi jatidiri peserta didik tersebut. Ini terpancar dari kecerdasan pikir dan juga kecerdasan emosional. Konsep pendidikan pun mengarah pada pemberdayaan potensi peserta didik, bukan asal penjejalan materi pembelajaran pada peserta yang pada kenyataannya menjadi "robot-robot" hasil pendidikan. Yang artinya, peserta didik menjadi kaku dalam menghadapi kenyataan yang ada. 
Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. McAhsan  mengemukakan bahwa kompetensi adalah: “… is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can setisfactorily performa partikular cognitive, affective, and psychomotor behaviors.” Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kongitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Finch & Crunkilton dalam Mulyasa (2003: 38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Dunia pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk SDM yang berkualitas. Kompetensi harus dikuasai oleh tiap-tiap individu, masyarakat, dan bangsa agar mampu hidup, berkiprah, dan bertindak sebaik-baiknya dalam era globalisasi berbasis pengetahuan. Penguasaan kompetensi yang dibutuhkan dalam era globalisasi tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan sekolah, masyarakat, dan keluarga. Dalam hubungan ini, pendidikan sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab besar dalam membentuk kompetensi yang dibutuhkan.
Untuk menciptakan peserta didik yang berkualitas, guru sebagai harus menguasai 4 kompetensi. Keempat kompetensi yang harus dikuasai guru untuk meningkatkan kualitasnya tersebut adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Guru harus sungguh-sungguh dan baik dalam menguasai 4 kompetensi tersebut agar tujuan pendidikan bisa tercapai.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah: Kompetensi apakah yang dibangun dalam pendidikan?
C.   Tujuan dan Manfaat Pembahasan
1.       Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan.
2.       Untuk mengetahui kompetensi yang dibangun dalam pendidikan.


BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kompetensi
Kompetensi berasal dari kata kompeten yang diartikan sebagai keterampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik (Uno, 2014: 25-26). Sedangkan Sofo (1999: 123) mengemukakan mengenai kompetensi sebagai: “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in partikular the consistent applications of those skill, knowledge, and atittude to the standard of performance required in employment.”
Kompetensi terkait dengan segala yang diketahui manusia tentang dirinya maupun lingkungannya. Hal ini diperoleh manusia melalui panca indra melalui rangkaian-rangkaian pengalaman manusia itu sendiri. Suriasumantri (2009: 104) berpendapat bahwa kompetensi merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung dapat memperkaya kehidupan manusia. Dengan kompetensi manusia dapat memecahkan berbagai macam permasalahan yang dihadapinya sehingga kompetensi itu memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Terdapat perbedaan konsep tentang kompetensi menurut konsep Inggris dan konsep Amerika Serikat. Menurut konsep Inggris, kompetensi dipakai di tempat kerja dalam berbagai cara. Pelatihan sering berbasiskan kompetensi. Sistem National Council Vocational Qualification (NCVQ) didasarkan pada standar kompetensi.
Kompetensi juga digunakan dalam manajemen imbalan, sebagai contoh, dalam pembayaran berdasarkan kompetensi. Penilaian kompetensi adalah suatu proses yang perlu untuk menyokong insisiatif-inisiatif ini dengan menentukan kompetensi-komptensi apa yang harus diperlihatkan oleh karyawan.
Pendapat yang hampir sama dengan konsep Inggris dikemukakan oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau ketrampilan dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja.
Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak meterjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian tidak berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan.
Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi dan keadaan di dalam pekerjaannya. Kompetensi seseorang dapat dilihat dari tingkat kreativitas yang dimilikinya serta inovasi-inovasi yang diciptakan dan kemampuannya dalam menyelesaikan suatu masalah. Catano (1998) menjelaskan pengertian kompetensi dari berbagai sumber. Beberapa diantaranya adalah:
1.     Kompetensi adalah kombinasi dari motif, sifat, keterampilan, aspek citra diri seseorang atau peran sosial, atau suatu bagian dari pengetahuan yang relevan. Dengan kata lain, kompetensi adalah setiap karakteristik individu yang mungkin terkait dengan kesuksesan kinerja (Boyatzis, 1982, dalam Catano, 1998).
2.     Pola karakteristik dan terukur pengetahuan, keterampilan, perilaku, keyakinan, nilai-nilai, sifat dan motif yang mendasari, dan kemampuan kerja yang cepat dalam mengaplikasikan pekerjaan (Linkage, Inc., 1996: 5, dalam Catano, 1998).
3.     Keterampilan dan sifat-sifat yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menjadi efektif dalam pekerjaan (Manisfield, 1996, dalam Catano, 1998).
4.     Keterampilan, pengetahuan, kemampuan dan perilaku yang diperlukan untuk terlaksananya tugas pekerjaan (Mirabile, 1995: 13, dalam Catano, 1998).
5.     Perilaku yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dasar dan untuk meningkatkan prestasi kerja lebih tinggi (Miyawaki, 1996, dalam Catano, 1998).
6.     Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari individu yang kausal berkaitan dengan kinerja yang efektif dan/atau superior kriteria direferensikan dalam pekerjaan atau situasi (Spencer & Spencer, 1993).
Definisi lain menyatakan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang menjadi karakteristik dari performance yang berhasil dalam konteks yang spesifik (Cracklin & Carroll, 1998). Kompetensi merupakan aspekaspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior (LOMA.s Dictionary, 1998). Dari definisi-definisi tersebut di atas, terdapat tiga hal pokok yang tercakup dalam pengertian kompetensi, yaitu:
1.     Kompetensi merupakan gabungan berbagai karakteristik individu. Kompetensi tidak terdiri dari satu karakteristik saja. Kompetensi merupakan gabungan dari pengetahuan, keterampilan, sikap, dan karakteristik dasar lainnya dari individu.
2.     Kompetensi selalu berkaitan dengan kinerja/perilaku. Kompetensi tampil dalam bentuk kinerja/perilaku yang dapat diobservasi dan diukur (measurable). Jika potensi yang belum ditampilkan dalam bentuk perilaku yang dapat observasi/diukur tidak dapat dikategorikan sebagai kompetensi.
3.     Kompetensi merupakan kriteria yang mampu membedakan mereka yang memiliki kinerja yang unggul dan yang rata-rata. Kompetensi bukan sekedar aspek-aspek yang menjadi prasyarat suatu jabatan, tetapi merupakan aspek-aspek yang menentukan optimalitas keberhasilan kinerja. Hanya karakteristik-karakteristik yang mendasari kinerja yang berhasil/efektif yang dapat dikategorikan sebagai kompetensi. Demikian karakteristik yang mendasari kinerja yang tidak efektif juga tidak dapat dikategorikan kedalam kompetensi.
Oleh karena itu tidak semua aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja itu merupakan kompetensi. Kompetensi hanya merupakan aspek-aspek pribadi (sikap, keterampilan, motif, dan karakteristik lainnya) yang dapat diukur dan esensial untuk pencapaian kinerja yang berhasil. Kompetensi menghasilkan perilaku-perilaku kritikal dalam pekerjaan yang membedakan mereka yang menampilkan kinerja yang superior dan yang tidak.
Solusi kreatif sering merupakan respon langsung terhadap berbagai persoalan yang ada. Individu-individu yang kreatif mampu memberikan respon terhadap segala permasalahan. Seorang yang kompeten mampu menyelesaikan masalah lebih baik dibandingkan yang lainnya. Individu-individu seperti ini menikmati tantangan dan cenderung untuk memandang permasalahan sebagai sebuah alat untuk mencapai tujuan.
Menurut Gordon dalam Sutrisno (2012) terdapat beberapa aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu:
1.     Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya seorang pegawai mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada.
2.     Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif dan efektif yang dimiliki oleh individu. Misal seorang karyawan dalam melaksanakan pembelajaran harus mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi kerja secara efektif dan efisien.
3.     Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misal kemampuan karyawan dalam memilih metode kerja yang dianggap lebih efektif dan efisien.
4.     Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara spikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misal standar perilaku para karyawan dalam melaksanakan tugas.
5.     Sikap (attitude) yaitu perasaan (senang tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misal reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji dan sebagainya.
6.     Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya melakukan suatu aktivitas kerja.
Menurut Muins (2000: 40), ada tiga jenis kompetensi, yaitu: ”Kompetensi profesi, kompetensi individu dan kompetensi sosial”. Kompetensi profesi merupakan kemampuan untuk menguasai keterampilan/keahlian pada bidang tertentu, sehingga tenaga kerja maupun bekerja dengan tepat, cepat teratur dan bertanggung jawab.
Kompetensi individu, merupakan kemampuan yang diarahkan pada keunggulan tenaga kerja, baik penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) maupun daya saing kemampuannya. Kompetensi sosial merupakan kemampuan yang diarahkan pada kemampuan tenaga kerja dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya di lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerjanya.
Menurut Prayitno (BKN, 2003:11), standar kompetensi mencakup tiga hal, yaitu yang disingkat dengan KSA:
1.     Pengetahuan (knowledge) , yaitu fakta dan angka dibalik aspek teknis.
2.     Keterampilan (skills), yaitu kemampuan untuk menunjukan tugas pada tingkat criteria yang dapat diterima secara terus menerus dengan kegiatan yang paling sedikit.
3.     Sikap (Attitude), yaitu yang ditunjukan kepada pelanggan dan orang lain bahwa yang bersangkutan mampu berada dalam lingkungan kerjanya.
Menurut Maarif (2003: 16), penetapan standar kompetensi dapat diprioritaskan pada pengetahuan, keterampilan dan sikap, baik yang bersifat hard competencies maupun soft competencies. Soft/generic competencies menurut Spencer (1993) meliputi lima kelompok kompetensi, yaitu:
1.     Kemampuan merencanakan dan mengimplementasikan (motivasi untuk berprestasi, perhatian terhadap kejelasan tugas, ketelitian dan kualitas kerja, proaktif dan kemampuan mencari dan menggunakan informasi).
2.     Kemampuan melayani (empati, berorientasi pada pelanggan).
3.     Kemampuan memimpin (kemampuan mengembangkan orang lain, kemampuan mengarahkan kerjasama kelompok, kemampuan memimpin kelompok).
4.     Kemampuan berpikir (berpikir analisis, berpikir konseptual, keahlian teknis/profesional/manajerial).
5.     Kemampuan bersikap dewasa (kemampuan mengendalikan diri, flesibilitas, komitmen terhadap organisasi).
Suprapto (2002: 3) berpendapat bahwa standar kompetensi minimal mengandung empat komponen kelompok pokok, yaitu:
1. Knowledge
2. Skills
3. Attitude
4. Kemampuan untuk mengembangkan knowledge, skills pada orang lain.

B.      Kompetensi Pendidik dan Peserta Didik
Untuk bisa melakukan sesuatu di dalam dunia pendidikan kita mengenal yang disebut kombinasi dari KSA (Knowledge, Skills dan Attitude) atau PKS (Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap). Kemampuan untuk meramu KSA sehingga bisa diimplementasikan untuk melaksanakan tugas merupakan kompetensi.
Dalam bidang pendidikan mulai dari pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi memerlukan adanya keterkaitan dan kesesuaian antara lembaga pendidikan dan dunia kerja (link antara University & Industry). Sebagai konsekwensinya, kurikulum-bebasiskan-kompetensi harus dirancang berdasarkan pada praktik-praktik dalam industri, sebaliknya praktik-praktik dalam industri seharusnya didasarkan pada KSA yang telah diperoleh dari lembaga pendidikan.
Guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik merupakan elemen penting dalam pendidikan. Guru sebagai memiliki kompetensi yang harus dikuasai untuk menciptakan peserta didik yang juga memiliki kompetensi.
Tujuan pendidikan yang dicanangkan oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956 dan David R. Krathwohl (1964) memiliki tiga kemampuan (kompetensi) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Di Indonesia, taksonomi bloom merupakan acuan penilaian berkelanjutan dalam KTSP (Haryati, 2007: 22). Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956 dan David R. Krathwohl (1964). Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Pada tahun 1990-an, kelompok psikologi kognitif yang dipimpin oleh Lorin Anderson (mantan mahasiswa Bloom), melakukan revisi terhadap level kognitif yang dikembangkan oleh Bloom. Revisi dan pengembangan taksonomi Bloom terus dilakukan, dan pengembangan yang terbaru adalah pengembangan taksonomi Bloom menjadi 4 domain yaitu domain kognitif, afektif, psikomotorik, dan sosial yang disebut sebagai Developing Human Potential in Four Domains for Learning and Doing (Peggy Dettmer, 2006).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006: 130).
Menurut Suparlan (2008: 93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, menyebutkan macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1.     Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut: a) Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik, b) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih, c) Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif, d) Merancang dan  melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum, e) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2.     Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma, b) Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. c) Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak, d) Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. e) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3.     Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut: a) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. b) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. c) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4.     Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut: a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. b) Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Naim, 2009: 60).

C.      Definisi Konseptual
Kompetensi yang dibangun dalam pendidikan adalah kemampuan yang dibangun dan harus dikuasai oleh seseorang dalam proses pendidikan agar dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya.

D.      Definisi Operasional
Secara operasional kompetensi yang dibangun dalam pendidikan adalah kemampuan yang dibangun dan harus dikuasai oleh guru sebagai pendidik yang meliputi: 1) Kompetensi pedagogik;  2) Kompetensi kepribadian; 3) Kompetensi sosial; 4) Kompetensi profesional, dan juga peserta didik yang meliputi: 1) Kognitif; 2) Afektif; 3) Psikomotorik. Masing-masing kemampuan ini harus dimiliki dan dikuasai agar dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya.

E.   Kisi-kisi Instrumen
Variabel
Indikator
Obyek yang diobservasi
Kompetensi yang dibangun dalam pendidikan
Guru
Kompetensi pedagogik

Kompetensi kepribadian

Kompetensi sosial

Kompetensi profesional

Siswa
Kognitif

Afektif

Psikomotorik










DAFTAR RUJUKAN

Depdiknas. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta. Depdiknas.
Djohar, MS. 2006. Guru pendidikan & Pembinaan, Penerapannya dalam Pendidikan dan UU Guru. Yogyakarta. Grafika Indah.
Maarif, M. Syamsul. 2003. Strategi Peningkatan Kompetensi Aparatur Guna Mengantisipasi Kebutuhan pelayanan Sektor Publik.  Orasi Ilmiah. Bandung. STIA LAN.
Haryati, Mimin. 2007. Sistem Penialian Berbasis Kompetensi, Teori dan Praktek. Jakarta. Gaung Persada Press.
Mulyasa, 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Naim, Ngainun. 2009. Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Suriasumantri, Jujun. 2009. Filasafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta. Sinar Harapan.
Sutrisno, Edy. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Uno, Hamzah dan Nina Lamatenggo. 2014. Landasan Pendidikan. Gorontalo. Ideas Publishing.





29 Mei 2014

OTONOMI MENGELOLA PESERTA DIDIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah peserta didik, peserta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu dilingkungan keluarga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat dimana anak tersebut berada. Dengan adanya desentralisasi, maka setiap sekolah mempunyai tanggung jawab sendiri dalam mengembangkan segala potensi yang dimilikinya, salah satunya adalah peserta didik.
Pemberian kewenangan pengelolaan pendidikan di tingkat skolah dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu aspek fungsinya yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah, guru dan atau komite sekolah. Salah satu aspek teknis yang dikelola sekolah adalah pelayanan siswa. Pelayanan siswa meliputi penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, dimana hal ini sudah didesentralisasikan terlebih dahulu sehingga yang diperlukan saat ini adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
Sutisna (Syaifuddin, 2007) mengemukakan tugas kepala sekolah dalam menajemen siswa adalah menyeleksi siswa baru, menyelenggarakan pembelajaran, mengontrol kehadiran siswa, melakukan uji kompetensi akademik/kejuruan, melaksanakan bimbingan karier serta penelusuran lulusan. Uji kompetensi yang dilakukan bersama kepala sekolah dan asosiasi profesi memudahkan penyaluran dan pemasaran lulusan sekolah ke dunia kerja, ataupun menciptakan lapangan kerja sendiri untuk berwiraswasta. Kepala sekolah harus menyadari bahwa kepuasan siswa dan orang tuanya serta masyarakat, merupakan indikator keberhasilan sekolah (Sallis, dalam Syaifuddin, 2007). Keberhasilan ini adalah konsep dasar yang harus menjdi acuan kepala sekolah dalam mengukur keberhasilan sekolahnya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengelolaan peserta didik?
2.      Bagaimana otonomi mengelola peserta didik?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah
2.      Untuk mengetahui pengelolaan peserta didik.
3.      Untuk mengetahui otonomi mengelola peserta didik.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A.     Pengelolaan Peserta Didik
Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan rangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Tidak sedikit orang yang mengartikan pengelolaan sama dengan arti manajemen. Karena antara manajemen dan pengelolaan memiliki tujuan yang sama yaitu tercapainya tujuan organisasi lembaga. Menurut Wardoyo (1980) memberikan definisi sebagai berikut pengelolaan adalah suatu rangkai kegiatan yang berintikan perencanaan ,pengorganisasian pengerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal dan jenis pendidikan tertentu (Wikipedia). Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah.  Knezevich (1961) mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah.
Manajemen peserta didik itu bukanlah dalam bentuk pencatatan data peserta didik saja, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat digunakan untuk membantu kelancaran upaya pertumbuhan dan perkembanga peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.
1.      Ruang lingkup Manajemen Peserta Didik itu meliputi:
a.   Analisis Kebutuhan Peserta Didik
Langkah pertama dalam kegiatan manajemen peserta didik adalah melakukan analisis kebutuhan yaitu penetapan siswa yang dibutuhkan oleh lembaga pendidikan (sekolah). Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini adalah: 1) merencanakan jumlah peserta didik yang akan diterima; 2) menyusun progam kegiatan kesiswaan.
b.   Rekruitmen Peserta Didik
Rekruitmen peserta didik di sebuah lembaga pendidikan (sekolah) pada hakikatnya adalah merupakan proses pencarian, menentukan dan menarik pelamar yang mampu untuk menjadi peserta didik di lembaga pendidikan (sekolah) yang bersangkutan. Langkah-langkah rekruitmen peserta didik (siswa baru) adalah sebagai berikut: 1) pembentukan panitia penerimaan siswa baru; 2) pembuatan dan pemasangan pengumuman penerimaan peserta didik baru yang dilakukan secara terbuka.
c.   Seleksi Peserta Didik
Seleksi peserta didik adalah kegiatan pemilihan calon peserta didik untuk menentukan diterima atau tidaknya calon peserta didik menjadi peserta didik di lembaga pendidikan (sekolah) tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku. Adapun cara-cara seleksi yang dapat digunakan adalah: 1) melalui tes atau ujian; 2) melalui penelusuran bakat kemampuan; 3) berdasarkan nilai STTB/SKHU atau nilai UAN.
d.   Orientasi
Orientasi peserta didik adalah kegiatan penerimaan siswa baru dengan mengenalkan situasi dan kondisi lembaga pendidikan (sekolah) tempat peserta didik itu menempuh pendidikan. Tujuan diadakannya orientasi bagi peserta didik antara lain: 1) agar peserta didik dapat mengerti, memahami dan mentaati segala peraturan yang berlaku di sekolah; 2) agar pesera didik dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan sekolah; 3) agar peserta didik siap menghadapi lingkungannya yang baru baik secara fisik, mental dan emosional sehingga ia merasa betah dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah serta dapat menyesuaikan dengan kebutuhan sekolah.
e.   Penempatan Peserta Didik (Pembagian Kelas)
Sebelum peserta didik yang telah diterima pada sebuah lembaga pendidikan (sekolah) mengikuti proses pembelajaran, terlebih dahulu perlu ditempatkan dan dikelompokkan dalam kelompok belajarnya. Pengelompokan peserta didik yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah sebagian besar didasarkan kepada sistem kelas.
f.    Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik
Pembinaan dan pengembangan peserta didik dilakukan sehingga anak mendapatkan bermacam-macam pengalaman belajar untuk bekal kehidupannya di masa yang akan datang.
g.   Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan tentang kondisi peserta didik perlu dilakukan agar pihak lembaga dapat memberikan bimbingan yang optimal pada peserta didik.
h.   Kelulusan dan Alumni
Proses kelulusan adalah kegiatan paling akhir dari manajemen peserta didik. Kelulusan adalah pernyataan dari lembaga pendidikan (sekolah) tentang telah diselesaikannya program pendidikan yang harus diikuti oleh peserta didik. Ketika peserta didik sudah lulus, maka secara formal hubungan antara peserta didik dan lembaga telah selesai. Namun demikian, diharapkan hubungan antara para alumni dan sekolah telah terjalin. Hubungan antara sekolah dan para alumni dapat dapat dipelihara lewat pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh para alumni yang tergabung dalam IKA (Ikatan Alumni) dan biasanya melakukan suatu kegiatan yang disebut “reuni”.
2.      Layanan Khusus yang Menunjang Manajemen Peserta Didik
a.   Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Hendyat Soetopo bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada siswa dengan memperhatikan kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapi dalam rangka perkembangan yang optimal, sehingga mereka memahami dan mengarahkan diri serta bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan situasi lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
b.   Layanan Perpustakaan
Perpustakaan merupakan salah satu unit yang memberikan layanan kepada peserta didik, dengan maksud membantu dan menunjang proses pembelajaran di sekolah, melayani informasi-informasi yang dibutuhkan serta memberi layanan rekreatif melalui koleksi bahan pustaka.
c.   Layanan Kantin/Kafetaria
Kantin/warung sekolah diperlukan adanya di tiap sekolah supaya makanan yang dibeli peserta didik terjamin kebersihannya dan cukup mengandung gizi. Para guru diharapkan sekali-kali mengontrol kantin sekolah dan berkonsultasi dengan pengelola kantin mengenai makanan yang bersih dan bergizi. Peran lain kantin sekolah yaitu supaya para peserta didik tidak berkeliaran mencari makanan keluar lingkungan sekolah.
d.   Layanan Kesehatan
Layanan kesehatan di sekolah biasanya dibentuk sebuah wadah bernama Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Usaha kesehatan sekolah adalah usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan sekolah.
e.   Layanan Transportasi Sekolah
Sarana angkutan (transportasi) bagi para peserta didik merupakan salah satu penunjang untuk kelancaran proses belajar mengajar. Transportasi diperlukan terutama bagi para peserta didik ditingkat prasekolah dan pendidikan dasar.
f.    Layanan Asrama
Bagi para peserta didik khususnya jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, terutama bagi mereka yang jauh dari orang tuanya diperlukan diperlukan asrama. Selain manfaat untuk peserta didik, asrama mempunyai manfaat bagi para pendidik dan petugas asrama tersebut.
B.  Otonomi Mengelola Peserta Didik
Otonomi sekolah adalah keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada setiap lembaga persekolahan untuk mengelola sekolahnya sesuai karakteristik lembaga tersebut, dengan tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional. Demikian halnya pada pengelolaan peserta didik. Pelayanan peserta didik mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah, hingga sampai pada pengurusan alumni telah di desentralisasikan (Ansar, 2007: 144).
Semua kegiatan di sekolah pada akhirnya ditujukan untuk membantu peserta didik mengembangkan dirinya. Upaya itu akan optimal jika peserta didik itu secara sendiri berupaya aktif mengembangkan diri sesuai dengan program-program yang dilakukan sekolah. Oleh karena itu sangat penting untuk menciptakan kondisi agar peserta didik dapat mengembangkan diri secara optimal. Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah memegang peran penting dalam menciptakan kondisi tersebut. Dengan kewenangan yang dimilikinya kepala sekolah mengelola peserta didik yang ada di sekolahnya.
Sekolah dapat mengatur jumlah peserta didik dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti daya tampung kelas dan jumlah kelas yang tersedia, dengan memperhatikan rasio peserta didik dengan guru yang ada. Dalam kaitannya dengan mengelola peserta didik, kewenangan diberikan untuk melaksanakan pendidikan di sekolah berdasarkan visi dan misi sekolah, minat dan bakat peserta didik, sarana dan prasaran yang ada, anggaran dan tenaga kependidikan yang tersedia. Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik haruslah mengemban misi pendidikan dan dalam rangka mendidik para peserta didik. Segala bentuk kegiatan, baik itu ringan, berat, disukai atau tidak disukai oleh peserta didik, haruslah diarahkan untuk mendidik peserta didik dan bukan untuk yang lainnya.
Intinya dalam mengelola peserta didik, sekolah diberi keleluasaan melakukan penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah hingga sampai pada pengurusan alumni.  Tetapi masih diperlukan intensitas dan ekstensitas serta komitmen bersama antara lembaga pendidikan, pemerintah dan juga masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Sekolah telah memiliki otonomi dalam mengelola peserta didik dalam kaitannya dengan manajemen berbasis sekolah sebagai keleluasaan untuk mengatur beberapa komponen penting yang dilakukan pada beberapa ruang lingkup manajemen peserta didik antara lain penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah hingga sampai pada pengurusan alumni.
B.  Saran
Sekolah meningkatkan intensitas dan ekstensitas otonomi pelayanan peserta didik sebagai bagian dari otonomi sekolah, dengan dukungan dan komitmen bersama pemerintah dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Ansar dan A. K. Masaong. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Implementasi di Sekolah Dasar.


Syaifuddin, Mohammad, dkk. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.








Fitur Baru Platform Rapor Pendidikan Versi 2.0 Permudah Sekolah Lakukan Perencanaan Berbasis Data

   Sejak dirilis tahun 2022, platform Rapor Pendidikan telah membantu lebih dari 284 ribu satuan pendidikan melakukan refleksi dan pembenaha...