Prinsip
Coaching
Definisi coaching menurut
ICF (International Coaching Federation) adalah “Hubungan kemitraan
dengan klien, dalam suatu percakapan yang kreatif dan memicu pemikiran, untuk
memaksimalkan potensi pribadi dan profesional klien”. Prinsip coaching dikembangkan
dari tiga kata kunci pada definisi coaching tersebut, yaitu
“kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Dalam
berinteraksi dengan kepala sekolah atau siapa saja, kita dapat menggunakan
ketiga prinsip coaching tersebut dalam rangka memberdayakan
orang yang sedang kita ajak berinteraksi.
1. Kemitraan
Dalam coaching,
posisi coach dan coachee mitra yang setara,
tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah
sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan
rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar
dari dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai
pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee, namun
hanya jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar
bagi coachee.
Kemitraan ini
diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita
kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya.
Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada
saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan
atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati
pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda,
lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita.
Kemitraan dalam mengembangkan rekan sejawat, juga ditunjukkan dengan cara
mengedepankan tujuan rekan yang akan kita kembangkan. Tujuan pengembangan
ditetapkan oleh rekan yang yang akan dikembangkan, bukan oleh kita, yang akan
membantu pengembangan tersebut. Mengapa? Dengan demikian, harapannya rekan
yang kita kembangkan akan lebih merasa termotivasi dan berkomitmen dalam
prosesnya.
Pertanyaan yang bisa
dilontarkan oleh kita kepada coachee untuk membangun
kemitraan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang ingin
Bapak/Ibu kembangkan dalam enam bulan ke depan?
2. Apa yang ingin
Bapak/Ibu capai di akhir semester/tahun pelajaran ini?
3. Di antara standar
proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Bapak/Ibu paling
perlu Bapak/Ibu tingkatkan/kembangkan?
2. Proses Kreatif
Coaching adalah proses
mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang
diinginkan di masa depan. Diperlukan proses kreatif untuk mencapai tujuan
tersebut. Proses kreatif dalam percakapan coaching adalah
proses memantik pemikiran baru dalam benak coachee. Kreatif disini
juga berarti kemampuan coach membuat coachee berpikir.
Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan yang:
1. dua arah
2. memicu proses berpikir coachee
3. memetakan dan menggali
situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru
Agar proses kreatif
dapat terjadi, seorang coach harus hadir secara utuh,
mendengarkan coachee secara aktif untuk kemudian melontarkan
pertanyaan agar coachee memahami situasi dirinya, situasi
ideal yang dia inginkan, serta langkah-langkah untuk membawa dia dari situasi
dia saat ini ke situasi ideal yang dia inginkan.
Pada saat kita
menggunakan prinsip coaching dalam mengembangkan kompetensi
diri coachee, maka percakapan yang berlangsung adalah dua arah.
Yang kita lakukan adalah mendengarkan coachee dan kemudian
melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan kita untuk lebih memahami situasi
dirinya, situasi ideal yang dia inginkan, serta langkah-langkah untuk membawa
dia dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang dia inginkan.
Prinsip ini dapat
membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang yang
dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapat kesadaran
diri akan situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu
dilakukan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Berikut adalah percakapan
yang menggambarkan proses kreatif antara pengawas sekolah yang mendampingi
kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi dirinya.
Coach |
Di antara kompetensi
kepala sekolah yang tersedia, bagian mana yang menurut Ibu paling perlu
dikembangkan atau ditingkatkan? |
Coachee |
Saya ingin
mengembangkan kemampuan supervisi akademik berbasis coaching supaya
guru-guru di sekolah menjadi mandiri dalam menerapkan pembelajaran yang
berpihak pada murid. |
Coach |
Oh, jadi Ibu ingin
mengembangkan kemampuan untuk melakukan supervisi akademik berbasis coaching untuk
pengembangan diri guru dalam pembelajaran ya. Apa sih indikator bahwa
Ibu sudah bisa menerapkan supervisi akademik berbasis coaching? |
Coachee |
Indikatornya,
guru-guru merasa tidak lagi takut dan khawatir untuk disupervisi sebaliknya
mereka menikmati manfaatnya karena dampaknya untuk pengembangan dirinya
supaya dapat menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid. |
Coach |
Jadi indikatornya
apabila guru tidak lagi merasa takut dan khawatir karena mendapatkan manfaat
dari supervisi akademik untuk pengembangan dirinya, betul
begitu ya? |
Coachee |
Iya betul Pak. |
Coach |
Nah, sehubungan
dengan tujuan tersebut, skala 1-10, jika 10 Ibu sudah dapat menerapkan
supervisi berbasis coaching, dan 0 belum memenuhi, Ibu saat ini
ada di angka berapa ya? |
Coachee |
Sepertinya saya
masih di angka 6 deh, Pak. |
Coach |
Di angka 6? Seperti
apa itu angka 6 ya Bu? Bisa dijelaskan? |
Coachee |
Di angka 6 karena
saat ini saya baru diperkenalkan dengan pendekatan coaching untuk
Supervisi Akademik. Sepertinya saya masih fokus di observasi dan
percakapan pasca observasi. Saya belum menerapkan prinsip kemitraan dengan
membuat kesepakatan di percakapan pra observasi untuk menentukan bersama
kompetensi yang ingin dikembangkan dan aspek-aspek yang perlu diobservasi. |
Coach |
Oh baik Bu, apabila
saat ini situasinya ada di angkat 6, Ibu ingin meningkatkannya menjadi angka
berapa dalam beberapa bulan ke depan? |
Coachee |
Ditingkatkan ke
angka 8 deh pak. |
Coach |
Angka 8 itu seperti
apa ya bu? |
Coachee |
Saya akan mulai
supervisi akademik dengan percakapan pra observasi dengan menggunakan pola
pikir coach, prinsip dan kompetensi coaching |
Coach |
Untuk menyiapkan
percakapan pra observasi dengan pendekatan coaching tersebut
apa sih yang sudah Ibu lakukan? |
Coachee |
(bercerita hal-hal
yang sudah dilakukan) |
Coach |
Jadi Ibu sudah
melakukan itu semua ya .... Apa lagi yang perlu ditambahkan atau
dilakukan berbeda, untuk dapat melakukan supervisi akademik berbasis coaching? |
Coachee |
(berpikir dan
mengatakan hal-hal yang perlu ditambahkan dan dilakukan
berbeda) |
Coach |
Apa lagi? |
percakapan coaching berlanjut
sampai coachee terbantu menemukan jalan keluar dari
situasi yang dihadapi |
Perhatikan contoh
percakapan di atas. Guru yang menjadi coach hanya melontarkan
pertanyaan untuk membantu rekan sejawatnya memetakan situasi dia saat ini dan situasi
yang dia inginkan di masa depan. Dua pertanyaan terakhir adalah contoh
pertanyaan untuk menghasilkan ide-ide baru. Cara-cara bertanya seperti di atas
akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan
Alur Percakapan Coaching TIRTA.
3. Memaksimalkan Potensi
Untuk memaksimalkan
potensi dan memberdayakan coachee, percakapan perlu diakhiri dengan
suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh coachee, yaitu
tindak lanjut yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya.
Percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh coachee sendiri.
Pertanyaan yang bisa
dilontarkan oleh coach kepada coachee untuk
bergerak maju adalah sebagai berikut:
1. Jadi apa yang akan
Bapak/Ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif-alternatif tadi?
2. Kapan Bapak/Ibu akan
melakukannya?
3. Bagaimana Bapak/Ibu
memastikan ini bisa berjalan?
4. Siapa yang perlu
dimintai dukungan?
Pertanyaan yang bisa
dilontarkan oleh coach kepada coachee untuk
meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Apa yang bisa
Bapak/Ibu simpulkan dari percakapan kita barusan?
2. Apa yang menjadi
pandangan baru dari percakapan kita barusan?