BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kompetensi, sebuah istilah yang
selama ini menjadi bahan rujukan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia. "Benang kusut" pendidikan di negara kita tidak lepas
karena kurangnya kompetensi yang dimiliki, baik oleh pihak pendidik
(guru/tutor) dan juga peserta didik.
Fenomena polemik penting tidak
pentingnya Ujian Nasional juga tidak lepas dari indikator kompetensi yang
dihasilkan di Indonesia. Maka, demi meningkatkan kompetensi, sasaran sertifikasi
pun diarahkan bagi para pendidik. Adapun untuk peserta didik, sekarang mulai
mengarah pada kemampuannya dalam mengembangkan potensi diri. Hal ini termaktub
dalam ragam kurikulum yang sudah dan yang akan segera dijalankan. Lantas arah
pendidikan pun diharapkan supaya lebih membumi. Patokan nilai berbentuk angka
mulai dipertanyakan. Nilai yang baik sebetulnya adalah melingkupi jatidiri
peserta didik tersebut. Ini terpancar dari kecerdasan pikir dan juga kecerdasan
emosional. Konsep pendidikan pun mengarah pada pemberdayaan potensi peserta
didik, bukan asal penjejalan materi pembelajaran pada peserta yang pada
kenyataannya menjadi "robot-robot" hasil pendidikan. Yang artinya,
peserta didik menjadi kaku dalam menghadapi kenyataan yang ada.
Pengertian dasar kompetensi adalah
kemampuan atau kecakapan. Kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan
kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif.
McAhsan mengemukakan bahwa kompetensi adalah: “… is a knowledge,
skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part
of his or her being to the extent he or she can setisfactorily performa
partikular cognitive, affective, and psychomotor behaviors.” Dalam hal
ini, kompetensi diartikan
sebagai pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari
dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kongitif, afektif, dan
psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Finch & Crunkilton dalam Mulyasa
(2003: 38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas,
keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan. Kompetensi dapat diartikan
sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Dunia pendidikan memiliki peran
penting dalam membentuk SDM yang berkualitas. Kompetensi
harus dikuasai oleh tiap-tiap individu, masyarakat, dan bangsa agar mampu
hidup, berkiprah, dan bertindak sebaik-baiknya dalam era globalisasi berbasis
pengetahuan. Penguasaan kompetensi yang dibutuhkan dalam era globalisasi
tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan sekolah, masyarakat, dan keluarga.
Dalam hubungan ini, pendidikan sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab besar
dalam membentuk kompetensi yang dibutuhkan.
Untuk menciptakan peserta didik yang
berkualitas, guru sebagai harus menguasai 4 kompetensi. Keempat kompetensi yang
harus dikuasai guru untuk meningkatkan kualitasnya tersebut adalah kompetensi
pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Guru harus sungguh-sungguh dan
baik dalam menguasai 4 kompetensi tersebut agar tujuan pendidikan bisa
tercapai.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah: Kompetensi apakah yang dibangun dalam pendidikan?
C.
Tujuan
dan Manfaat Pembahasan
1. Tugas
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan.
2. Untuk
mengetahui kompetensi yang dibangun dalam pendidikan.
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kompetensi
Kompetensi
berasal dari kata kompeten yang diartikan sebagai keterampilan yang diperlukan
seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan
tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik
(Uno, 2014: 25-26). Sedangkan
Sofo (1999: 123) mengemukakan mengenai kompetensi sebagai: “A competency is
composed of skill, knowledge, and attitude, but in partikular the consistent
applications of those skill, knowledge, and atittude to the standard of
performance required in employment.”
Kompetensi
terkait dengan segala yang diketahui manusia tentang dirinya maupun
lingkungannya. Hal ini diperoleh manusia melalui panca indra melalui
rangkaian-rangkaian pengalaman manusia itu sendiri. Suriasumantri (2009: 104)
berpendapat bahwa kompetensi merupakan khasanah kekayaan mental yang secara
langsung atau tidak langsung dapat memperkaya kehidupan manusia. Dengan
kompetensi manusia dapat memecahkan berbagai macam permasalahan yang
dihadapinya sehingga kompetensi itu memiliki arti yang sangat penting dalam
kehidupan manusia.
Terdapat
perbedaan konsep tentang kompetensi menurut konsep Inggris dan konsep Amerika
Serikat. Menurut konsep Inggris, kompetensi dipakai di tempat kerja dalam
berbagai cara. Pelatihan sering berbasiskan kompetensi. Sistem National Council Vocational Qualification
(NCVQ) didasarkan pada standar kompetensi.
Kompetensi
juga digunakan dalam manajemen imbalan, sebagai contoh, dalam pembayaran
berdasarkan kompetensi. Penilaian kompetensi adalah suatu proses yang perlu
untuk menyokong insisiatif-inisiatif ini dengan menentukan kompetensi-komptensi
apa yang harus diperlihatkan oleh karyawan.
Pendapat
yang hampir sama dengan konsep Inggris dikemukakan oleh Kravetz (2004), bahwa
kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari.
Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau
ketrampilan dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja.
Kompetensi
mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif. Seorang
karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak meterjemahkan kepandaiannya
ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian tidak berguna. Jadi
kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan.
Kompetensi
dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi dan
keadaan di dalam pekerjaannya. Kompetensi seseorang dapat dilihat dari tingkat
kreativitas yang dimilikinya serta inovasi-inovasi yang diciptakan dan
kemampuannya dalam menyelesaikan suatu masalah. Catano (1998) menjelaskan
pengertian kompetensi dari berbagai sumber. Beberapa diantaranya adalah:
1. Kompetensi
adalah kombinasi dari motif, sifat, keterampilan, aspek citra diri seseorang
atau peran sosial, atau suatu bagian dari pengetahuan yang relevan. Dengan kata
lain, kompetensi adalah setiap karakteristik individu yang mungkin terkait
dengan kesuksesan kinerja (Boyatzis, 1982, dalam Catano, 1998).
2. Pola
karakteristik dan terukur pengetahuan, keterampilan, perilaku, keyakinan,
nilai-nilai, sifat dan motif yang mendasari, dan kemampuan kerja yang cepat
dalam mengaplikasikan pekerjaan (Linkage, Inc., 1996: 5, dalam Catano,
1998).
3. Keterampilan
dan sifat-sifat yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menjadi efektif dalam
pekerjaan (Manisfield, 1996, dalam Catano, 1998).
4. Keterampilan,
pengetahuan, kemampuan dan perilaku yang diperlukan untuk terlaksananya tugas
pekerjaan (Mirabile, 1995: 13, dalam Catano, 1998).
5. Perilaku
yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dasar dan untuk meningkatkan
prestasi kerja lebih tinggi (Miyawaki, 1996, dalam Catano, 1998).
6. Kompetensi
adalah karakteristik yang mendasari individu yang kausal berkaitan dengan
kinerja yang efektif dan/atau superior kriteria direferensikan dalam pekerjaan
atau situasi (Spencer & Spencer, 1993).
Definisi
lain menyatakan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, sikap dan
perilaku yang menjadi karakteristik dari performance yang berhasil dalam
konteks yang spesifik (Cracklin & Carroll, 1998). Kompetensi merupakan
aspekaspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai
kinerja yang superior (LOMA.s Dictionary, 1998). Dari definisi-definisi
tersebut di atas, terdapat tiga hal pokok yang tercakup dalam pengertian
kompetensi, yaitu:
1. Kompetensi
merupakan gabungan berbagai karakteristik individu. Kompetensi tidak terdiri
dari satu karakteristik saja. Kompetensi merupakan gabungan dari pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan karakteristik dasar lainnya dari individu.
2. Kompetensi
selalu berkaitan dengan kinerja/perilaku. Kompetensi tampil dalam bentuk
kinerja/perilaku yang dapat diobservasi dan diukur (measurable). Jika
potensi yang belum ditampilkan dalam bentuk perilaku yang dapat
observasi/diukur tidak dapat dikategorikan sebagai kompetensi.
3. Kompetensi
merupakan kriteria yang mampu membedakan mereka yang memiliki kinerja yang
unggul dan yang rata-rata. Kompetensi bukan sekedar aspek-aspek yang menjadi
prasyarat suatu jabatan, tetapi merupakan aspek-aspek yang menentukan
optimalitas keberhasilan kinerja. Hanya karakteristik-karakteristik yang
mendasari kinerja yang berhasil/efektif yang dapat dikategorikan sebagai
kompetensi. Demikian karakteristik yang mendasari kinerja yang tidak efektif
juga tidak dapat dikategorikan kedalam kompetensi.
Oleh karena
itu tidak semua aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja itu merupakan
kompetensi. Kompetensi hanya merupakan aspek-aspek pribadi (sikap, keterampilan,
motif, dan karakteristik lainnya) yang dapat diukur dan esensial untuk pencapaian
kinerja yang berhasil. Kompetensi menghasilkan perilaku-perilaku kritikal dalam
pekerjaan yang membedakan mereka yang menampilkan kinerja yang superior dan
yang tidak.
Solusi
kreatif sering merupakan respon langsung terhadap berbagai persoalan yang ada.
Individu-individu yang kreatif mampu memberikan respon terhadap segala permasalahan.
Seorang yang kompeten mampu menyelesaikan masalah lebih baik dibandingkan yang
lainnya. Individu-individu seperti ini menikmati tantangan dan cenderung untuk
memandang permasalahan sebagai sebuah alat untuk mencapai tujuan.
Menurut
Gordon dalam Sutrisno (2012) terdapat beberapa aspek yang terkandung dalam
konsep kompetensi, yaitu:
1. Pengetahuan
(knowledge), yaitu kesadaran dalam
bidang kognitif. Misalnya seorang pegawai mengetahui cara melakukan
identifikasi belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai
dengan kebutuhan yang ada.
2. Pemahaman
(understanding) yaitu kedalaman
kognitif dan efektif yang dimiliki oleh individu. Misal seorang karyawan dalam
melaksanakan pembelajaran harus mempunyai pemahaman yang baik tentang
karakteristik dan kondisi kerja secara efektif dan efisien.
3. Kemampuan
(skill) adalah sesuatu yang dimiliki
oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Misal kemampuan karyawan dalam memilih metode kerja yang dianggap
lebih efektif dan efisien.
4. Nilai
(value) adalah suatu standar perilaku
yang telah diyakini dan secara spikologis telah menyatu dalam diri seseorang.
Misal standar perilaku para karyawan dalam melaksanakan tugas.
5. Sikap
(attitude) yaitu perasaan (senang
tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang
datang dari luar. Misal reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan
gaji dan sebagainya.
6. Minat
(interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
Misalnya melakukan suatu aktivitas kerja.
Menurut
Muins (2000: 40), ada tiga jenis kompetensi, yaitu: ”Kompetensi profesi,
kompetensi individu dan kompetensi sosial”. Kompetensi profesi merupakan kemampuan
untuk menguasai keterampilan/keahlian pada bidang tertentu, sehingga tenaga
kerja maupun bekerja dengan tepat, cepat teratur dan bertanggung jawab.
Kompetensi individu,
merupakan kemampuan yang diarahkan pada keunggulan tenaga kerja, baik penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) maupun daya saing kemampuannya. Kompetensi
sosial merupakan kemampuan yang diarahkan pada kemampuan tenaga kerja dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya
di lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerjanya.
Menurut
Prayitno (BKN, 2003:11), standar kompetensi mencakup tiga hal, yaitu yang
disingkat dengan KSA:
1. Pengetahuan (knowledge) , yaitu fakta dan angka
dibalik aspek teknis.
2. Keterampilan
(skills), yaitu kemampuan untuk menunjukan
tugas pada tingkat criteria yang dapat diterima secara terus menerus dengan
kegiatan yang paling sedikit.
3. Sikap (Attitude), yaitu yang ditunjukan
kepada pelanggan dan orang lain bahwa yang bersangkutan mampu berada dalam
lingkungan kerjanya.
Menurut
Maarif (2003: 16), penetapan standar kompetensi dapat diprioritaskan pada
pengetahuan, keterampilan dan sikap, baik yang bersifat hard
competencies maupun soft competencies. Soft/generic
competencies menurut Spencer (1993) meliputi lima kelompok kompetensi,
yaitu:
1. Kemampuan
merencanakan dan mengimplementasikan (motivasi untuk berprestasi, perhatian
terhadap kejelasan tugas, ketelitian dan kualitas kerja, proaktif dan kemampuan
mencari dan menggunakan informasi).
2. Kemampuan
melayani (empati, berorientasi pada pelanggan).
3. Kemampuan
memimpin (kemampuan mengembangkan orang lain, kemampuan mengarahkan kerjasama
kelompok, kemampuan memimpin kelompok).
4. Kemampuan
berpikir (berpikir analisis, berpikir konseptual, keahlian
teknis/profesional/manajerial).
5. Kemampuan
bersikap dewasa (kemampuan mengendalikan diri, flesibilitas, komitmen terhadap
organisasi).
Suprapto
(2002: 3) berpendapat bahwa standar kompetensi minimal mengandung empat
komponen kelompok pokok, yaitu:
1. Knowledge
2. Skills
3. Attitude
4. Kemampuan
untuk mengembangkan knowledge, skills pada
orang lain.
B.
Kompetensi
Pendidik dan Peserta Didik
Untuk
bisa melakukan sesuatu di dalam dunia pendidikan kita mengenal yang disebut
kombinasi dari KSA (Knowledge,
Skills dan Attitude) atau PKS
(Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap). Kemampuan untuk meramu KSA
sehingga bisa diimplementasikan untuk melaksanakan tugas merupakan kompetensi.
Dalam
bidang pendidikan mulai dari pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan
tinggi memerlukan adanya keterkaitan dan kesesuaian antara lembaga pendidikan
dan dunia kerja (link antara University & Industry). Sebagai
konsekwensinya, kurikulum-bebasiskan-kompetensi harus dirancang berdasarkan
pada praktik-praktik dalam industri, sebaliknya praktik-praktik dalam industri
seharusnya didasarkan pada KSA yang telah diperoleh dari lembaga pendidikan.
Guru
sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik merupakan elemen penting dalam
pendidikan. Guru sebagai memiliki kompetensi yang harus dikuasai untuk
menciptakan peserta didik yang juga memiliki kompetensi.
Tujuan
pendidikan yang dicanangkan oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956 dan David R.
Krathwohl (1964) memiliki tiga kemampuan (kompetensi) yaitu ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi
beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat),
mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling
kompleks.
Taksonomi
Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Di Indonesia,
taksonomi bloom merupakan acuan penilaian berkelanjutan dalam KTSP (Haryati,
2007: 22). Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun
1956 dan David R. Krathwohl (1964). Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi
menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi
kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Pada
tahun 1990-an, kelompok psikologi kognitif yang dipimpin oleh Lorin Anderson
(mantan mahasiswa Bloom), melakukan revisi terhadap level kognitif yang
dikembangkan oleh Bloom. Revisi dan pengembangan taksonomi Bloom terus
dilakukan, dan pengembangan yang terbaru adalah pengembangan taksonomi Bloom
menjadi 4 domain yaitu domain kognitif, afektif, psikomotorik, dan sosial yang
disebut sebagai Developing Human
Potential in Four Domains for Learning and Doing (Peggy Dettmer, 2006).
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru terkait dengan kewenangan
melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai
bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi
pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku
peserta didik belajar (Djohar, 2006: 130).
Menurut Suparlan
(2008: 93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga
komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan
profesi, dan penguasaan akademik. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru, menyebutkan macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh
tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan
sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut
terintegrasi dalam kinerja guru.
1. Kompetensi
Pedagogik
Kompetensi pedagogik
meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap
subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut: a)
Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami
peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif;
memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan
mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik, b) Merancang pembelajaran,
termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki
indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar
dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik
peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih, c) Melaksanakan
pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif,
d) Merancang dan melaksanakan evaluasi
pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi
proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan
hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum, e) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk
pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk
mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2. Kompetensi
Kepribadian
Kompetensi kepribadian
merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a)
Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak
sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai
guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma, b) Kepribadian
yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. c) Kepribadian
yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak, d) Kepribadian yang berwibawa
memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif
terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. e) Akhlak mulia dan
dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan
norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki
perilaku yang diteladani peserta didik.
3. Kompetensi
Sosial
Kompetensi sosial
merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan
indikator esensial sebagai berikut: a) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara
efektif dengan peserta didik. b) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. c) Mampu berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.
4. Kompetensi
Profesional
Kompetensi profesional
merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang
mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi
keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan
metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator
esensial sebagai berikut: a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan
bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam
kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi
atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran
terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. b) Menguasai
struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat
kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja
guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a)
pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik
disiplin ilmu (disciplinary content)
maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang
mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan;
dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru
yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional
(Naim, 2009: 60).
C.
Definisi
Konseptual
Kompetensi
yang dibangun dalam pendidikan adalah kemampuan yang dibangun dan harus
dikuasai oleh seseorang dalam proses pendidikan agar dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan yang dihadapinya.
D.
Definisi
Operasional
Secara
operasional kompetensi yang dibangun dalam pendidikan adalah kemampuan yang
dibangun dan harus dikuasai oleh guru sebagai pendidik yang meliputi: 1)
Kompetensi pedagogik; 2) Kompetensi kepribadian;
3) Kompetensi sosial; 4) Kompetensi profesional, dan juga peserta didik yang
meliputi: 1) Kognitif; 2) Afektif; 3) Psikomotorik. Masing-masing kemampuan ini
harus dimiliki dan dikuasai agar dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang
dihadapinya.
E.
Kisi-kisi
Instrumen
Variabel
|
Indikator
|
Obyek
yang diobservasi
|
Kompetensi
yang dibangun dalam pendidikan
|
Guru
|
Kompetensi
pedagogik
|
Kompetensi
kepribadian
|
||
Kompetensi
sosial
|
||
Kompetensi
profesional
|
||
Siswa
|
Kognitif
|
|
Afektif
|
||
Psikomotorik
|
DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. 2005. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta.
Depdiknas.
Djohar, MS. 2006. Guru
pendidikan & Pembinaan, Penerapannya dalam Pendidikan dan UU Guru.
Yogyakarta. Grafika Indah.
Maarif, M. Syamsul. 2003. Strategi Peningkatan Kompetensi Aparatur Guna Mengantisipasi Kebutuhan
pelayanan Sektor Publik. Orasi Ilmiah. Bandung. STIA LAN.
Haryati, Mimin. 2007. Sistem Penialian Berbasis Kompetensi, Teori dan Praktek. Jakarta.
Gaung Persada Press.
Mulyasa, 2003. Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung.
Remaja Rosda Karya.
Naim, Ngainun. 2009. Menjadi
Guru Inspiratif. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Suriasumantri, Jujun. 2009. Filasafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta. Sinar Harapan.
Sutrisno, Edy. 2012. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Uno, Hamzah dan Nina Lamatenggo. 2014. Landasan Pendidikan. Gorontalo. Ideas
Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar