25 Agustus 2024

Kompetensi Inti Coaching

 

Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) ada delapan kompetensi inti yang harus dimiliki oleh seorang coach.  Namun dalam konteks pendampingan pengawas sekolah kepada kepala sekolah yang perlu dipelajari terdapat tiga kompetensi inti yang penting untuk dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus dalam menjalankan pendampingan, yaitu kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Untuk lebih lengkapnya mari kita pelajari pada penjelasan berikut.

1.     Kehadiran Penuh (Presence)

Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.  Kehadiran penuh adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu memunculkan mindset sebagai coach dan juga kompetensi coaching lain saat kita melakukan percakapan coaching

Kehadiran penuh penting dilatih agar kita bisa selalu berusaha untuk bersikap terbuka, sabar, dan ingin tahu lebih banyak tentang  coachee.  Kemampuan untuk menghadirkan diri sepenuhnya dapat dilatih dan ditubuhkan melalui berbagai kegiatan sehari-hari maupun yang spesifik melatih terkoneksinya antara tubuh/indera, perasaan, pikiran, dan lingkungan.  Penting diingat tidak ada satu cara yang terbaik untuk semuanya karena setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk dapat menghadirkan presence.  Untuk itu temukan cara yang paling efektif untuk Bapak/Ibu agar bisa terus melatih diri dan menerapkannya sebelum dan selama melakukan percakapan coaching.

Bila kita hubungkan dengan pembelajaran sosial emosional yang berfokus pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional, kompetensi seorang coach untuk hadir secara penuh ini sangat  berhubungan dengan kompetensi kesadaran diri dan pengelolaan diri. 

2.    Mendengarkan Aktif

Active listening atau mendengarkan aktif adalah kemampuan untuk fokus pada apa yang diucapkan oleh lawan bicara dan memahami makna di balik ucapannya. Kemampuan ini perlu dilatih agar bisa fokus pada kalimat-kalimat coachee dan bisa memahami keseluruhan makna yang tidak terucapkan, misalnya persepsi, prinsip hidup, kepercayaan, dan cara berpikir coachee. Mendengarkan (to listen) berbeda dengan mendengar (to hear). 

Seorang coach yang baik akan lebih banyak mendengarkan coachee nya dan lebih sedikit berbicara. Fokus dan pusat komunikasi adalah pada coachee, yakni mitra bicara.  Seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee

 

Agar dapat mendengarkan aktif, seorang coach membutuhkan pikiran yang tenang agar dapat menerima informasi secara netral dan objektif. Ada tiga hal yang biasanya menghambat seorang coach dalam mendengarkan aktif, yaitu:

1. Asumsi

Coach mempunyai anggapan tertentu tentang suatu situasi yang belum tentu benar dan belum tentu sesuai dengan realita yang sesungguhnya. Asumsi biasanya timbul karena kepercayaan pribadi coach yang dipengaruhi oleh pengalaman coach.

Contoh

Coachee mengatakan bahwa dia sedang merasa “tak berdaya”, dan coach memiliki pengalaman atau gambaran tertentu tentang situasi “tak berdaya” tersebut. Padahal gambaran “tak berdaya” coach sangat mungkin berbeda dengan “tak berdaya” yang dimaksud oleh coachee. Bila tanggapan coach seperti ini, maka coach sedang membuat asumsi pada pemikiran coachee:

Perasaan tidak berdaya yang Ibu alami mungkin dikarenakan Ibu kurang memiliki keterampilan yang membuat Ibu bangga pada diri Ibu sendiri”

Pada saat asumsi muncul, yang perlu dilakukan oleh coach adalah menyadarinya, dan kemudian mengkonfirmasinya kepada coachee. 

Sebagai contoh:
“Tadi Ibu mengatakan kalau Ibu merasa tak berdaya. Tak berdaya yang seperti apa yang Ibu maksud? Bisa diceritakan?”

 

2. Melabel/Menilai

Melabel/menilai dapat diartikan sebagai penilaian kita terhadap orang lain dari sudut Bapak/Ibu kita pribadi. Ini bisa terjadi sebelum dan pada saat coaching dilakukan.

Contoh melabel yang terjadi sebelum coaching adalah ketika coach akan melakukan coaching kepada seorang coachee yang dianggap “vokal”, “dominan”, “irit bicara”, “tertutup”, “bossy” dan lain sebagainya, itu semua adalah label yang diberikan kepada coachee. Walaupun coachee tersebut sering berperilaku yang membuat orang melabel dia seperti itu, coach perlu menghilangkan atau meminimalkan pikiran tersebut sebelum dan selama coaching. Agar coach bisa bebas dari pelabelan tersebut, ia dapat memfokuskan pada apa yang coachee lakukan dan katakan pada saat coaching. 

Pada saat coaching,  coachee menceritakan sebuah kejadian yang dia alami, kemudian muncul pemikiran coach yang bersifat melabel/menilai, seperti “dari ceritanya sepertinya dia orang yang kurang tegas. Jika penilaian seperti itu muncul, yang bisa coach lakukan adalah menyadarinya dan kemudian kembali fokus mendengarkan coachee dengan utuh dan netral, karena penilaian coach terhadap kejadian itu tidak penting dan bahkan berpotensi membuat coach sibuk dengan pikirannya sendiri dan menjadi tidak hadir secara utuh. Coach seharusnya fokus pada bagaimana coachee menilai dirinya sendiri.  Agar tidak memberi label atau menilai, coach dapat mengkonfirmasinya dengan sangat berhati-hati. Sebagai contoh:

“Dari apa yang barusan Bapak ceritakan dan juga cara Bapak menceritakannya, sepertinya ada perasaan putus asa di sana. Apakah betul seperti itu Pak?”

Contoh yang lain pada saat coachingcoachee mengatakan, saya sudah berkali-kali mengajari dia, tapi dia selalu mengulangi kesalahan yang sama dan coach merespon dengan mengatakan,  pasti Bapak/Ibu kurang jelas dalam menjelaskan ketika mengajari dia, makanya dia tidak paham. 

Agar tidak membuat label atau penilaian, coach dapat bertanya:

Bagaimana cara Bapak mengajari dia? Strategi apa yang belum Bapak/Ibu lakukan?

3. Asosiasi: mengaitkan dengan pengalaman pribadi.

Asosiasi terjadi ketika coach memiliki anggapan yang belum tentu benar dan sesuai dengan realita yang sesungguhnya terjadi. Pada saat coachee menceritakan sebuah kejadian yang dia alami, kemudian coach teringat dengan kejadian serupa yang ia alami, pada saat itu potensi asosiasi muncul. Potensi tersebut dapat menjadi asosiasi pada saat coach betul-betul mengaitkannya dengan pengalaman pribadinya dalam sesi coaching. Pada saat coach melakukan asosiasi, percakapan coach dan coachee akan berpotensi  mengacu kepada pengalaman coach. Hal ini bertentangan dengan mindset coaching yaitu berpusat pada coachee. Perilaku yang muncul pada coach bisa berbentuk pertanyaan yang mengarahkan atau kecenderungan untuk menasehati. 

Yang biasanya terjadi adalah coach menghubungkan cerita coachee dengan pengalaman pribadi coach. Padahal pengalaman coach sangat mungkin berbeda dengan yang dialami oleh coachee Coach perlu menyadari bila muncul potensi asosiasi, coach perlu mengingatkan diri bahwa percakapan ini adalah tentang coachee, kejadian yang pernah coach alami, tidak penting/relevan dalam percakapan ini. Dengan demikian coach bisa kembali fokus kepada coachee.

Coach juga perlu menyadari bahwa asosiasi bisa membuat coach menjadi terbawa emosi yang sedang dirasakan oleh coachee. Pada saat ini terjadi, maka coach perlu “melepaskan” diri dari emosi tersebut dan berusaha mengembalikan emosinya ke posisi netral, agar coach tetap bisa menjadi rekan berpikir coachee.

Masih dengan contoh sebelumnya ketika seorang coachee mengatakan ia merasa tidak berdaya, bila respons coach seperti ini maka coach sedang melakukan asosiasi.

“Dulu saya juga pernah merasa tak berdaya. Sebetulnya itu mudah diatasi, kita hanya perlu berpikir positif dan percaya bahwa kita pasti memiliki kekuatan-kekuatan.” 

Di sini terlihat coach mengasumsikan bahwa perasaan “tak berdaya” yang dirasakan coachee adalah sama dengan yang ia alami.

Bila kita hubungkan dengan pembelajaran sosial emosional yang berfokus pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional, kompetensi seorang coach untuk bisa mendengarkan aktif ini sangat  berhubungan dengan kompetensi kesadaran sosial dan keterampilan sosial. Kompetensi ini melibatkan pemahaman dan empati terhadap sudut pandang Bapak/Ibu dan perasaan orang lain, meliputi keterampilan menunjukkan empati, menghargai keberagaman, dan memahami norma sosial dan etika. Kompetensi ini juga melibatkan keterampilan bagaimana membangun dan menjaga hubungan yang sehat dan bermakna dengan orang lain. 

3.    Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Pertanyaan berbobot adalah pertanyaan yang diajukan dengan tujuan tertentu.  Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir (thought-provoking)  dan menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi. Berikut ciri-ciri pertanyaan berbobot: 

1.    Hasil mendengarkan aktif: Menggunakan kata kunci yang didapat dari mendengar aktif.

2.    Membantu coachee: Membuat coachee mengingat, merenung, dan merangkai fakta sehingga dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya.

3.    Bersifat terbuka dan eksploratif: Struktur kalimat terbuka, membuat coachee harus menjawab sambal berpikir.

4.    Diajukan di momen yang tepat:  Tidak terburu-buru dalam mengajukan pertanyaan dan ditanyakan di waktu yang coachee sudah siap memprosesnya.

Kiat-kiat agar dapat mengajukan pertanyaan berbobot adalah sebagai berikut:

1.    Merangkum pernyataan-pernyataan coachee dari hasil mendengarkan aktif.

2.    Menggunakan kata: apa, bagaimana, seberapa, kapan dan dimana, dalam bentuk pertanyaan terbuka

3.    Menghindari penggunaan kata tanya “mengapa” - karena bisa terasa ada “judgement”.  Ganti kata “mengapa” dengan “apa sebabnya” atau “apa yang membuat”

4.    Mengajukan satu pertanyaan pada satu waktu, jangan memberondong

5.    Mengizinkan ada “jeda” atau “keheningan” setelah coachee selesai bicara, tidak buru-buru bertanya.  Juga izinkan ada keheningan saat coachee memproses pertanyaan

6.    Menggunakan nada suara yang positif dan memberdayakan

Berikut ini adalah salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.


Gambar 2. Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask

RASA merupakan akronim dari ReceiveAppreciate, Summarize, dan Ask yang akan dijelaskan sebagai berikut:

R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee.  Perhatikan kata kunci yang diucapkan. 

A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan Bapak/Ibu bahwa coach mendengarkan coachee dengan cara mengangguk, kontak mata atau melontarkan “oh…” “ya…”.  

Coach juga sebaiknya memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya untuk coachee dan tidak terganggu dengan situasi lain atau sibuk mencatat.

S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita, coach  merangkum untuk memastikan pemahaman yang sama.  Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.  

Saat merangkum bisa gunakan potongan-potongan informasi yang telah didapatkan dari percakapan sebelumnya.  Minta coachee untuk konfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai.

A (Ask/Tanya).  Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajukan pertanyaan: 

1.    Ajukan pertanyaan berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing)

2.    Ajukan pertanyaan yang membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya

3.    Pertanyaan harus merupakan hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi

4.    Dalam format pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana

5.    Hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah” 

Pertanyaan dengan kata mengapa dapat membuat coachee merasa disudutkan dan disalahkan sehingga dapat menstimulasi munculnya jawaban yang berupa alasan atau excuse yang bersifat defensif. Padahal dalam proses coachingcoach diharapkan bertanya dengan netral dan objektif agar membuat coachee juga dapat berpikir dengan tenang dan reflektif tanpa merasa dihakimi atau diberi label. 

Saat mendengarkan aktif, elemen pertama yang perlu diperhatikan adalah menangkap  kata kunci yang terucap oleh coachee.  Kata kunci biasanya mengandung makna yang tidak terucapkan dan perlu digali agar coachee dapat terbantu untuk lebih memahami situasi yang sedang dihadapinya.  Ciri-ciri kata kunci biasanya:

1.    Diucapkan dengan intonasi tertentu: Tinggi, rendah, melambat, lebih cepat atau dengan tekanan

2.    Kadang diucapkan berulang kali: Jika satu kata, apalagi berupa kata sifat, diucapkan berulang, ini kata kunci, misal “Saya bingung/ragu/tidak tahu”

3.    Diwakili oleh metafora atau analogi atau kata unik dalam bahasa asing, misal: “Saya seperti musafir di padang pasir”, “Saya merasa stuck

4.    Tidak jarang disertai emosi

Bila kita hubungkan dengan pembelajaran sosial emosional yang berfokus pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional, kompetensi seorang coach untuk bisa bertanya secara efektif ini sangat  berhubungan dengan kompetensi kesadaran diri karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh seorang coach adalah pertanyaan-pertanyaan yang mendorong individu untuk merenungkan pemikiran, emosi, dan tindakan mereka. Proses ini membantu individu mendapatkan kesadaran diri, menjelajahi sudut pandang Bapak/Ibu yang berbeda, dan menemukan solusi untuk tantangan mereka. Pembelajaran sosial emosional juga mendorong refleksi diri sebagai bagian dari pengembangan kesadaran diri dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

22 Mei 2024

BUDAYA POSITIF (Restitusi - Segitiga Restitusi)

 

Setelah mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin mengetahui bagaimana cara melakukannya.  Diane Gossen dalam  bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. Sebelumnya marilah kita tonton dahulu video sebuah penanganan kasus yang dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan Segitiga Restitusi.


Setelah melihat video tersebut silakan Anda melihat bagan berikut tentang 3 sisi dari Segitiga Restitusi. Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu: 

Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah-langkah tersebut tidak harus dilakukan satu persatu secara kaku. Banyak guru yang sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.

Segitiga Restitusi

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

  • Berbuat salah itu tidak apa-apa.
  • Tidak ada manusia yang sempurna
  • Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
  • Kita bisa menyelesaikan ini.
  • Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
  • Kamu berhak merasa begitu.
  • Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi kooperatif.

Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari di modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.

Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah.  Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang.

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk,  pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

  • “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
  • “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
  • “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
  • “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid.

Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah,  namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.

Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang tadinya tidak terjangkau,  menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

  • Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
  • Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
  • Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
  • Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?

Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?

Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.


Demikianlah penjelasan mengenai restitusi - segitiga restitusi sebagai upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah. Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah.

Sumber: LMS Guru Penggerak

21 Mei 2024

Restitusi - Lima Posisi Kontrol

 


Perhatikan kasus-kasus di bawah ini: 

  • Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur. Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media. 
  • Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman-temannya. Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak jauh.

 Bila Anda adalah seorang kepala sekolah, penerapan disiplin apakah yang akan Anda lakukan untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa?

5 Posisi Kontrol

Berikut ini akan disampaikan suatu program disiplin positif yang berpusat pada murid, yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan 5 Posisi Kontrol.

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. 

Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini. Dibagian bawahnya adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: Adi yang terlambat hadir di sekolah.

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):

“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?”

Tanyakan kepada diri Anda:

Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? 

Hasil:

Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

 2. Pembuat Merasa Bersalah

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu):

“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.”

Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?

Hasil:

Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

5 Posisi Kontrol Restitusi

PANDUAN PELAKSANAAN POTRET CERITA KURIKULUM MERDEKA 2024 (FESTIVAL KURIKULUM MERDEKA)

Festival Kurikulum Merdeka diselenggarakan untuk meningkatkan gaung kebermanfaatan Kurikulum Merdeka yang dilaksanakan dengan menampilkan praktik-praktik baik Implementasi Kurikulum Merdeka melalui beberapa rangkaian aktivitas, salah satunya Potret Cerita Kurikulum Merdeka.

Secara garis besar Festival Kurikulum Merdeka bertujuan untuk memberikan ruang ekspresi dan apresiasi kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik yang telah mengimplementasikan dan mendukung Kurikulum Merdeka sehingga tercipta pembelajaran berkualitas. Festival Kurikulum Merdeka merupakan salah satu upaya bersama untuk mendorong keberlanjutan Kurikulum Merdeka dan mendorong amplifikasi praktik baik Kurikulum Merdeka melalui cerita capaian dan dampak Kurikulum Merdeka bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik khususnya pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi mereka.

Melalui Festival Kurikulum Merdeka, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ingin menunjukkan potret gempita semangat warga pendidikan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka serta suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, sehingga dapat menjadi pemantik semangat bagi satuan pendidikan lainnya.

Pelaksanaan Festival Kurikulum Merdeka melalui Potret Cerita Kurikulum Merdeka selaras dengan spirit semboyan dari Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan, yaitu:

“Ing ngarsa sung tuladha.  Ing madya mangun karsa.  Tut wuri handayani.”

Potret Cerita Kurikulum Merdeka merupakan upaya Kemendikbudristek untuk menguatkan semangat peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik dalam menyambut pembelajaran tahun ajaran baru tahun 2024/2025. Potret Cerita Kurikulum Merdeka juga ditujukan bagi satuan pendidikan yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka melalui cerita praktik pembelajaran yang gembira dan bermakna di media sosial berupa karya foto dan video.

Melalui foto dan video yang dibuat oleh peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik dari berbagai daerah di Indonesia, kita akan dapat melihat begitu banyak cara atau metode yang sudah dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran Kurikulum Merdeka dan dapat menjadi refleksi dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka di tahun selanjutnya.

Tahap pendaftaran pada rentang waktu
22 April s.d. 2 Juni 2024

 

Selengkapnya Unduh Panduan Pelaksanaan Potret Cerita Kurikulum Merdeka 2024 di bawah ini:

atau melalui link: kurikulum.kemdikbud.go.id/festivalkurikulummerdeka 

15 Mei 2024

Perubahan Petunjuk Teknis Pengelolaan Blangko Ijazah Tahun Peljaran 2023/2024

 


Perubahan Petunjuk Teknis Pengelolaan Blangko Ijazah Tahun Ajaran 2023/2024

Petunjuk teknis penulisan ijazah tahun ajaran 2023/2024 telah di keluarkan yakni mengacu pada Surat keputusan Kepala BSKAP Kemendikbudristek  Nomor 010 Tahun 2024  Tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun ajaran 2023/2024. Namun petunjuk teknis tersebut mengalami perubahan dan pembaruan melalui surat Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi  Nomor 012.A Tahun 2024  Tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan , Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 010 Tahun 2024 Tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun ajaran 2023/2024.

Berikut ini  isi dari perubahan  Juknis Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024 berdasarkan surat Nomor 012.A Tahun 2024.

Pertama:

Mengubah Lampiran I Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 010 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.

Kedua:

Mengubah Lampiran II Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 010 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024, sehingga sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.

Ketiga:

Mengubah Lampiran IV Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 010 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024, sehingga sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.

Kesimpulannya bahwa yang mengalami perubahan pada Surat keputusan Kepala BSKAP Kemendikbudristek Nomor 010 Tahun 2024 Tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024 yaitu hanya pada  Lampiran l, II dan Lampiran IV.  Jadi khusus untuk  Lampiran III tidak mengalami perubahan .

Bagi satuan pendidikan yang akan melakukan pengisian blanko ijazah maka hendaknya mengacu pada :

  1. Pada lampiran III acuannya adalah BSKAP Nomor 010 Tahun 2024
  2. Pada Lampiran l, II dan IV acuannya adalah BSKAP Nomor 012.A Tahun 2024
  3. Penilaian mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Standar Penilaian Pendidikan Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan Menengah

Bagi yang membutuhkan file ketiga tersebut silakan unduh :

  1. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 012.A Tahun 2024 Tentang Perubahan Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024 dapat diunduh  dibawah ini:

Keputusan Kepala BSKAP Nomor 010 Tahun 2024 Tentang Pedoman Pengelolaan Blangko Ijazah Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2023/2024 dapat diunduh dibawah ini: 

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Standar Penilaian Pendidikan Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan Menengah dapat diunduh dibawah ini: 

22 Mei 2023

Fitur Baru Platform Rapor Pendidikan Versi 2.0 Permudah Sekolah Lakukan Perencanaan Berbasis Data

 


 Sejak dirilis tahun 2022, platform Rapor Pendidikan telah membantu lebih dari 284 ribu satuan pendidikan melakukan refleksi dan pembenahan, serta melakukan perencanaan berbasis data. Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo, pada acara Perilisan Rapor Pendidikan Versi 2.0 menjelaskan, “Sebagai bagian dari Merdeka Belajar, Kemendikbudristek telah melaksanakan Asesmen Nasional yang mengukur kualitas hasil belajar literasi, numerasi, dan karakter serta kualitas lingkungan belajar di seluruh satuan pendidikan di Indonesia.” (10/05/2023)
 
Anindito melanjutkan, “Hasil Asesmen Nasional (AN) ini kami sampaikan sebagai umpan balik dan dasar melakukan Perencanaan Berbasis Data melalui Platform Rapor Pendidikan. Platform Rapor Pendidikan ini menjadi alat bagi satuan pendidikan untuk melakukan proses Identifikasi, Refleksi, dan Benahi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.”
 
Guna mengoptimalkan pemanfaatan platform, Kemendikbudristek terus melakukan evaluasi dengan menjaring masukan dan aspirasi dari para pemangku kepentingan. Evaluasi tersebut mendorong Kemendikbudristek melakukan penyempurnaan platform Rapor Pendidikan secara berkelanjutan sehingga satuan pendidikan memperoleh bantuan yang semakin relevan dalam merencanakan pembenahan.
 
Kini Platform Rapor Pendidikan Versi 2.0 telah dirilis dan dapat dimanfaatkan oleh satuan pendidikan, mulai dari PAUD, pendidikan dasar, menengah, SLB, hingga vokasi. Satuan pendidikan dapat menemukan beragam fitur baru.
 
“Saat ini platform Rapor Pendidikan hadir dengan proses identifikasi yang lebih ringkas, refleksi akar masalah yang lebih komprehensif, serta membantu satuan pendidikan untuk melakukan pembenahan dengan beragam inspirasi aksi pembenahan yang lebih mendorong aksi nyata”, ungkap Nino, sapaan akrab Kepala BSKAP Kemendikbudristek.
 
Dalam proses identifikasi masalah, Nino menjelaskan satuan pendidikan dapat mempelajarinya secara lebih ringkas melalui Halaman Ringkasan. Halaman ini diawali dengan deskripsi ringkas kondisi satuan pendidikan yang dapat dibaca kurang dari 1 menit.
 
Ada pula fitur 6 indikator prioritas bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta fitur 8 indikator prioritas bagi jenjang SMK. Selain itu, warna indikator kini menjadi tiga warna saja. Warna merah untuk kondisi yang kurang, kuning untuk kondisi sedang, dan hijau untuk kondisi yang sudah baik.
 
Di dalam tiap kartu indikator, satuan pendidikan dapat menemukan perbandingan hasil capaian dengan tahun sebelumnya. Lalu, ada tombol ‘Arti Capaian Saya’ untuk membantu satuan pendidikan dalam memahami skor dari setiap indikator dan dari mana sumber datanya. Selain itu, satuan pendidikan dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya dibanding satuan pendidikan lainnya.
 
Sementara, dalam proses refleksi Anindito menyebutkan refleksi akar masalah kini menjadi lebih komprehensif yang dapat dipelajari melalui halaman Akar Masalah. Pada halaman tersebut, satuan pendidikan dapat menemukan deskripsi indikator prioritas, empat kartu akar masalah utama, berbagai komponen akar masalah. Satuan pendidikan kemudian diajak untuk berhenti dan merefleksikan sejenak mengenai capaian indikator prioritasnya. Satuan pendidikan pun dapat mengunduh laporan lengkapnya dalam format excel.
 
Selanjutnya, satuan pendidikan dapat menggali beragam Inspirasi Benahi yang lebih mendorong aksi. Susunan inspirasi benahi juga sudah disesuaikan dan dimulai dengan indikator akar masalah yang paling mendesak. Selain itu, setiap Inspirasi Benahi dilengkapi dengan tautan langsung ke langkah pembenahan konkret, seperti Pelatihan Mandiri yang relevan di Platform Merdeka Mengajar.
 
Kepala satuan pendidikan, pendidik, dan operator satuan pendidikan kini dapat mengakses platform Rapor Pendidikan Versi 2.0 melalui laman https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id/. Melalui berbagai pembaruan platformnya, satuan pendidikan dapat semakin memahami hasil capaiannya.
 
Publik yang memiliki pertanyaan, kendala, serta masukan terkait platform Rapor Pendidikan dapat mengakses tautan https://bit.ly/FormLayananRaporPendidikan. Mari bergotong royong bersama seluruh ekosistem satuan pendidikan dalam memulai langkah pembenahan yang sesuai kebutuhan dengan platform Rapor Pendidikan. (Tim Humas Sekretariat BSKAP/Vicka/Andrew, Editor: Seno)
 
Ayo, mulai benahi #SesuaiKebutuhan, mulai dari Rapor Pendidikan.
 
Unduh Panduan penggunaan Rapor Pendidikan untuk Satuan PAUD di sini. 

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
   
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI       
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
 
#MerdekaBelajar
#RaporPendidikanV2.0
#SesuaiKebutuhan
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 198/sipers/A6/V/2023

20 Mei 2023

PERAN PENGAWAS SEKOLAH DAN KURIKULUM MERDEKA

 

Ada 5  peran yang bisa dilakukan oleh Pengawas dalam implementasi kurikulum merdeka, yaitu

1. Fasilitator
Pengawas memiliki peran dalam implementasi kurikulum merdeka sebagai fasilitator.

Pengawas dapat memfasilitasi 2 kegiatan, yaitu: Perencanaan program pelatihan kurikulum merdeka. Pengawas bisa berkolaborasi dengan narasumber lain untuk memperkuat pemahaman sekolah binaan.
Pemetaan kesiapan sekolah melaksanakan kurikulum merdeka. Pengawas bisa merekomendasikan sekolah untuk memilih salah satu dari 4 pilihan sesuai kesiapannya.

Pengawas memiliki peran dalam implementasi kurikulum merdeka sebagai fasilitator.Pengawas dapat memfasilitasi kegiatan perencanaan program pelatihan kurikulum merdeka. Pengawas bisa berkolaborasi dengan narasumber lain untuk memperkuat pemahaman sekolah binaan.

2. Coach
Pengawas sebagai coach adalah melakukan pendampingan terhadap guru dan kepala sekolah dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk memecahkan permasalahannya sendiri terkait implementasi kurmer.

 pengawas perlu menguasai 3 prinsip dalam proses coaching yaitu
Seni Bertanya
Seni Mendengar
dan Seni menangkap kata kunci

Pengawas sebagai coach adalah melakukan pendampingan terhadap guru dan Kepala Sekolah dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk memecahkan permasalahannya sendiri terkait implementasi kurmer.

3. Mentor
Pengawas sebagai mentor adalah memberikan bimbingan atau arahan kepada kepala sekolah dan guru untuk menerapkan kurikulum merdeka sesuai dengan harapan.

Sebagai Mentor, pengawas tidak boleh berhenti belajar dan selalu memberikan semangat kepada sekolah binaanya.

Pengawas sebagai mentor adalah memberikan bimbingan atau arahan kepada Kepala Sekolah dan guru untuk menerapkan kurikulum merdeka sesuai dengan harapan.

Sebagai Mentor, pengawas tidak boleh berhenti belajar dan selalu memberikan semangat kepada madrasah binaanya.

4. Trainer
Pengawas diharapkan menguasai materi kurikulum merdeka, mulai dari kerangka dasar kurikulum sampai dengan penyusunan modul ajar dan modul projek. Sehingga bisa melatih dan membimbing guru dan kepala sekolah.

Selanjutnya Pengawas diharapkan menguasai materi kurikulum merdeka, mulai dari kerangka dasar kurikulum sampai dengan penyusunan modul ajar dan modul projek. Sehingga bisa melatih dan membimbing guru dan kepala sekolah.

5. Executor
Sebagai executor artinya pengawas bekerja sama dengan kepala sekolah serta guru mengembangkan kerangka dasar kurikulum merdeka.

Posisinya sebagai bagian dari penyusunan perangkat kurikulum merdeka.

Pengawas sekolah adalah jabatan fungsional yang berlaku dalam lingkungan pendidikan formal dari tingkat pendidikan pra-sekolah, sekolah dasar hingga sekolah menengah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 21 tahun 2010 dijelaskan bahwa tugas pokok pengawas sekolah dalam bidang supervisi manajerial dan akademik meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan professional guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.

Guna menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan, peranan Pengawas Pendidikan menjadi sangat penting karena untuk mengontrol, menilai dan mengevaluasi jalannya proses pendidikan menjadi tugas dan wewenang pengawas. Dengan demikian pembinaan dan pengawasan dapat dilakukan untuk menjadikan sekolah lebih maju dan bermutu. Mutu pendidikan yang dicapai suatu lembaga pendidikan merupakan pencerminan bahwa lembaga tersebut dikelola dengan baik.

Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah berperan sebagai fasilisator, asesor, informan, dan evaluator. Sebagai fasilisator, pengawas sekolah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung proses perencanaan, koordinasi, dan pengembangan tata kelola sekolah. Sebagai asesor, pengawas sekolah melakukan identifikasi dan analisis terhadap aspek kekuatan dan kelemahan sekolah. Sebagai informan, pengawas sekolah memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan kualitas sekolah. Sementara sebagai evaluator, pengawas sekolah memberikan penilaian terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas manajerial sekolah.

Karena peranan Pengawas sekolah  merupakan penggerak dalam meningkatkan sumber daya sekolah terutama pendidik dan peserta didik. Pengawas sekolah bertanggung jawab untuk membina dan mengawasi jalannya proses pedidikan. Pendidik atau guru dibimbing dalam kegiatan supervise pendidikan. Sehingga proses pendidikan berlangsung kondusif dan efektif, serta menghasilkan peserta didik yang bermutu dan berkualitas.

04 Mei 2023

PENETAPAN HASIL AKREDITASI S/M TAHUN 2023.

 


Masyarakat perlu memperoleh informasi tentang status dan peringkat akreditasi sekolah/madrasah. Untuk itu, BAN-S/M dan BAN-S/M Provinsi perlu mengumumkan hasil akreditasi sekolah/madrasah kepada masyarakat melalui situs web BAN-S/M dan melakukan sosialisasi.

Dalam kurun waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah pengumuman sekolah/madrasah dan masyarakat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan/sanggahan atas hasil akreditasi kepada BAN-S/M Provinsi dan/atau BAN-S/M. Apabila sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah pengumuman tidak ada keberatan dari sekolah/madrasah dan/atau masyarakat atas hasil akreditasi, maka hasil penetapan akreditasi dianggap final dan tidak dapat diganggu gugat.

TUJUAN

Mengumumkan hasil akreditasi kepada sekolah/madrasah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait.


HASIL AKREDITASI S/M 2023

Penetapan 1: (Diumumkan pada 21 Maret 2023)

Telah ditetapkan sebanyak 6 S/M.

SK dapat diunduh melalui tautan: 2023-335 SK Penetapan Akreditasi-SM Ke-1 (6) 


Penetapan 2: (Diumumkan pada 3 Mei 2023)

Telah ditetapkan sebanyak 11 SILN.

SK dapat diunduh melalui tautan: 2023 46_SK Penetapan Akreditasi-SILN_2023_signed

Telah ditetapkan sebanyak 5.247 S/M dan 2 S/M Hasil Surveilans 2023.

SK dapat diunduh melalui tautan: 2023 47_SK Penetapan-2 Akreditasi-SM_2023_signed

Terima Kasih

SURAT EDARAN DIRJEN PAUD, DIKDASMEN TENTANG PEMANFAATAN PLATFORM RAPOR PENDIDIKAN TAHUN 2023 UNTUK PERENCANAAN BERBASIS DATA

Infografis Platform Rapor Pendidikan Versi 2.0
 

Surat Edaran ini ditunjukan Kepada:

1. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi; dan 

2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota  di seluruh Indonesia 

Dalam rangka mendukung upaya mengoptimalkan pelaksanaan Perencanaan  Berbasis Data di tingkat satuan pendidikan, Kementerian Pendidikan,  Kebudayaan, Riset dan Teknologi akan meluncurkan Platform Rapor Pendidikan  Versi 2.0 yang akan diluncurkan melalui dua tahap, yaitu: 

1. tahap pertama akan dilaksanakan pada tanggal 3 Mei 2023; dan 

2. tahap kedua akan dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2023.

Penyebaran informasi perilisan Platform Rapor Pendidikan Versi 2.0 tersebut  akan dilakukan melalui webinar dengan ketentuan sebagai berikut: 1. tahap pertama dengan sasaran satuan pendidikan pelaksana Program  

Sekolah Penggerak angkatan kesatu sampai dengan ketiga dan satuan  pendidikan pelaksana Program Sekolah Menengah Kejuruan Pusat  Keunggulan angkatan Lanjutan; 

2. tahap kedua dengan sasaran seluruh satuan pendidikan; 3. platform Rapor Pendidikan dapat diakses melalui laman  https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id/ hanya dengan menggunakan  akun belajar.id yang telah dimiliki oleh kepala sekolah, guru, dan operator;  dan  

4. dalam hal kepala sekolah, guru, dan operator belum memiliki akun  belajar.id, maka kepala sekolah, guru, dan operator dapat membuat akun  dimaksud dengan mengacu pada tata cara pembuatan akun belajar.id yang  tertera pada laman https://www.belajar.id. 

Sehubungan hal tersebut, diminta perhatian Saudara untuk melakukan hal-hal  sebagai berikut: 

1. melakukan sosialisasi kepada satuan pendidikan di wilayah Saudara  terkait informasi tanggal perilisan Platform Rapor Pendidikan Versi 2.0; dan 2. mengingatkan kepada satuan pendidikan di wilayah Saudara yang belum  memiliki akun belajar.id untuk membuat dan mengaktivasi akun pada  laman https://www.belajar.id. 

Dalam hal Satuan Pendidikan membutuhkan bantuan dan informasi lebih  lanjut mengenai perilisan Platform Rapor Pendidikan Versi 2.0, Satuan  Pendidikan dapat melihat infografis sebagaimana tercantum dalam lampiran  Surat Edaran ini. 

Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk menjadi  perhatian dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

UNDUH DISINI SURAT EDARAN DIRJEN PAUD, DIKDASMEN TENTANG PEMANFAATAN PLATFORM RAPOR PENDIDIKAN TAHUN 2023 UNTUK PERENCANAAN BERBASIS DATA

Prinsip Coaching

  Prinsip Coaching Definisi  coaching  menurut ICF ( International Coaching Federation ) adalah “Hubungan kemitraan dengan klien, dalam su...